Senin, 19 Januari 2015

Sumbar Baru...Sumbar Bangkit



1 komentar:

  1. MENGUBAH PARADIGMA SANG 'ULAMA' DAN KHALIFAH

    Benar yang dicari itu bukan KHILAFAH karena khilafah itu sudah ada sesuai dengan wilayah kekuasaannya masing-masing jadi yang kita cari itu adalah KHALIFAH yang Muslim istiqamah akan lebih baik jika dia Muslim yang berbobot ULAMA terlebih jika hafal Al Qurannya. Kasus yang sangat baik untuk diteladani terakhir adalah Tokoh umat dan rakyat di Turki Recep Tayyeb Erdorgan tidak saja sebagai presiden tetapi juga mempunyai roh dan semangat sebagai sang KHALIFAH sebagaimana dituntun dalam Al Quran a.l. QS. 38:26, 6:165 dan 35:39.

    Sampai-sampai sang Presiden Turki ini mempunyai gagasan yang spektakuler yakni:

    Ternyata kedua tokoh ini berbeda dalam menerapkan kemampuannya berkuasa di negerinya masing-masing, kalau di Turki Erdagon lebih arif menghadapi tantangan pihak lawan tapi yang di Mesir, Mursi kurang arif agak frontal khususnya menghadap tokoh-tokoh dan mantan-mantan militer yang dulu sangat menikmati dan bergelimang kekuasaan lalu ‘lepas’ dalam polemik menghadapi kehendak rakyatnya.

    http://bersamadakwah.net/ide-gila-erdogan-akan-membawa-mursi-ke-turki/


    Sementara negeri Firaun atau Piramida yakni Mesir ya walaupun dikenal oleh negeri-negeri yang rakyatnya mayoritas Muslim sebagai ‘NEGERI SEJUTA ULAMA’, sayang umumnya para ulama (QS. 35:28) hanya sekedar ‘ulama’ saja mereka telah melupakan misi suci asli lainnya yakni mengemban misi sebagai politisi dan penguasa. Jadi para ulama di Mesir itu sudah melupakan misi utamanya menjadi sang khalifah sesuai dengan tuntunan Al Quran di atas a.l. QS. 38:26, 6:165 dan 25:29 dan Hadits Nabi Muhammad SAW.

    Misi dan tugas pokoknya sang khalifah yang berasal dari manusia bukan nabi ya tetap sama dengan misi kenabian dan kerasulan yakni a. l. memperkenalkan keberadaan Tuhan yang sesungguhnya ALLAH dan agama-Nya Islam plus Nabi Muhammad SAW dengan sebaik-baik dan searif-arifnya pada umat manusia setelah era Nabi Muhammad SAW itu sendiri sehingga umat dan pengikutnya tidak menjadi orang kafir (QS. 35:39).

    Berdasarkan uraian di atas maka semakin jelas bahwa kita tidak pula dituntut untuk 'harus’-lah mendirikan KHILAFAH atau negara yang bermerek Islam atau daulah Islamiyah dsb.sepanjang visi dan misinya tidak melanggar rambu-rambu akidah silahkan mau negerinya bernama negara atau lainnya. Jadi kita kaum Muslim di Indonesia ini tidak perlu lagi mempersoalkan soal NKRI ini lagi karena tidak dilarang untuk bernama NKRI. Bahkan di awal kemerdekaan saja setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 NKRI malah sempat menjadi Negara Federasi Indonesia kemudian ada yang mengusulkan kembali ke NKRI dan gagasan besar itu sendiri malah berasal dari Partai Islam yakni MASYUMI dengan Mosi Integralnya 3 April 1950.

    Yang wajib dicari dan dicetak oleh para cerdik pandai, ulama dan tokoh umat, pondok pesatren, ormas dan parpol Islam dalam mewujudkan cita-cita mendirikan NKRI itu adalah pemimpin SEORANG MUSLIM YANG ISTTIQAMAH kalau perlu dia adalah ulama dengan ilmu yang tinggi syukur-syukur yang hafal Al Quran, seorang politisi ulung dan negawaran yang arif bijaksana. Karena Siapa saja yang ‘ngaku’ MUSLIM lalu dianugerahi dianya sebagai ‘ORANG NOMOR SATU’ atau penguasa maka dia adalah ‘sang’ KHALIFAH apakah lebel penguasanya sebagai presiden, raja atau kanselir, gubernur, bupati atau walikota dll. dan apakah dia berkuasa di negara yang bernama Islam atau tidak atau bermerek khilafah atau tidak atau daulah Islamiyah atau tidak, tetap saja sang khalifah mutlak dia harus mengacu pada Al Quran dan As Sunnah.

    Soal si tokoh ini dan para kelompok kekuatan kekuasaannya mau atau tidak mau menerapkan syariat Islam atau mampu atau tidak mampu menerapkan syariat Islam ya itu mutlak adalah tanggungjawabnya sendiri yang berkeinginan untuk menjadi sang tokoh nomor satu disuatu wilayah kekuasaan. Wajib baginya merujuk pada prinsip-prinsip Al Quran a.l. seperti QS. 6:165, 38:26 dan 35:39 serta hadits Nabi Muhammad SAW di atas.

    BalasHapus